Ketika Figur Ayah Absen: Generasi Muda Lebih Peka Terhadap Dampak Ketiadaan Orang Tua

Ketiadaan figur ayah dalam sebuah keluarga dapat meninggalkan jejak mendalam pada perkembangan psikologis dan emosional anak. Fenomena ini, yang semakin banyak disorot, menunjukkan bahwa generasi muda saat ini memiliki peka yang lebih tinggi terhadap dampak absennya peran orang tua, terutama ayah. Mereka tidak hanya merasakan kekosongan tersebut, tetapi juga seringkali menunjukkan respons dan adaptasi yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.

Dampak ketiadaan ayah bisa bervariasi, mulai dari masalah perilaku hingga kesulitan dalam membentuk hubungan interpersonal. Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Departemen Kepolisian pada 17 April 2024, di sebuah pusat penahanan remaja, mengungkapkan bahwa 70% dari remaja yang terlibat dalam kenakalan memiliki latar belakang keluarga tanpa figur ayah yang aktif. Mayoritas dari mereka mengungkapkan perasaan tidak aman, kurangnya bimbingan, dan kesulitan dalam mengelola emosi. Dalam wawancara dengan petugas aparat, seorang remaja berusia 16 tahun bernama Budi (nama samaran), yang ditahan atas kasus pencurian, menyatakan, “Saya merasa tidak ada yang bisa saya jadikan panutan. Ayah saya pergi sejak saya kecil, dan saya tidak tahu bagaimana caranya menjadi laki-laki yang baik.”

Peran ayah sangat krusial dalam pembentukan identitas, kedisiplinan, dan resiliensi anak. Ayah seringkali menjadi sumber kekuatan, penentu batasan, dan pemberi motivasi. Ketiadaan sosok ini dapat menyebabkan anak-anak, khususnya generasi muda yang lebih peka, menjadi lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan luar. Mereka mungkin mencari figur pengganti yang belum tentu memberikan pengaruh positif, atau justru menarik diri dari lingkungan sosial.

Melihat urgensi masalah ini, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mendukung anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah. Program bimbingan dan pendampingan, seperti yang diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Anak pada Senin, 12 Mei 2025, di sebuah panti asuhan di Jakarta Pusat, bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan figur mentor positif. Selain itu, edukasi mengenai pentingnya peran ayah bagi keluarga juga harus terus digalakkan. Melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas, diharapkan kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi generasi muda untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, terlepas dari tantangan yang mereka hadapi.