Gaya Hidup Hemat Gen Z: Bukan Persaingan Antargenerasi

Fenomena gaya hidup hemat di kalangan Generasi Z kini menjadi perbincangan hangat, seringkali disalahartikan sebagai bentuk persaingan atau bahkan kemalasan antar generasi. Padahal, gaya hidup hemat ini lebih merupakan respons adaptif terhadap realitas ekonomi dan sosial yang mereka hadapi, daripada sebuah deklarasi perang terhadap generasi sebelumnya. Generasi Z, yang tumbuh di era digital dan tantangan ekonomi global, secara cerdas menemukan cara-cara baru untuk mengelola keuangan dan gaya hidup mereka, berfokus pada nilai, pengalaman, dan keberlanjutan.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, menghadapi lanskap ekonomi yang berbeda dari Milenial atau Gen X. Mereka menyaksikan krisis ekonomi, kenaikan biaya hidup yang signifikan, serta ketidakpastian pasar kerja. Oleh karena itu, bagi banyak dari mereka, gaya hidup hemat bukanlah pilihan, melainkan sebuah strategi bertahan hidup yang cerdas. Mereka cenderung lebih realistis tentang prospek finansial dan lebih berhati-hati dalam pengeluaran. Sebuah survei independen yang dilakukan oleh firma riset pasar pada 15 Juni 2025 di kalangan Gen Z di perkotaan menunjukkan bahwa 70% responden memprioritaskan tabungan dan investasi jangka pendek dibandingkan kepemilikan aset mewah.

Salah satu manifestasi dari gaya hidup hemat ini adalah kecenderungan untuk menunda pembelian besar seperti rumah atau mobil, atau bahkan memilih untuk tidak memilikinya sama sekali. Mereka lebih memilih untuk menyewa, menggunakan transportasi umum, atau berpartisipasi dalam ekonomi berbagi. Misalnya, alih-alih membeli kopi mahal setiap hari, mereka mungkin membuat kopi sendiri di rumah. Mereka juga piawai dalam memanfaatkan diskon, promo, atau mencari barang bekas berkualitas. Ini bukan berarti mereka pelit, melainkan cerdik dalam mengelola sumber daya.

Pergeseran nilai juga memainkan peran besar. Gen Z seringkali lebih mementingkan pengalaman, perjalanan, atau hobi, dibandingkan kepemilikan materi. Mereka melihat nilai dalam pengalaman yang bisa dibagikan di media sosial atau cerita yang bisa diceritakan, ketimbang simbol status tradisional. Mereka juga lebih peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan, yang secara tidak langsung mendorong mereka untuk hidup lebih hemat dan tidak konsumtif. Pada tanggal 10 Juni 2025, dalam sebuah forum diskusi digital yang diselenggarakan oleh komunitas Gen Z Indonesia, topik “minimalisme dan keberlanjutan” menjadi salah satu yang paling banyak dibahas, menunjukkan kesadaran kolektif mereka.

Maka, “manusia tikus” ala Gen Z bukanlah ajang adu nasib antar generasi. Ini adalah adaptasi strategis dan pergeseran nilai. Ini adalah bukti bahwa Generasi Z adalah kelompok yang tangguh, inovatif, dan sadar akan realitas dunia di sekitar mereka, mampu menciptakan definisi kesuksesan dan kebahagiaan mereka sendiri melalui gaya hidup hemat yang cerdas dan berkelanjutan.