Literasi Finansial Dini: Cara Sederhana Mengajarkan Manajemen Uang dan Investasi Sejak SD

Di tengah kompleksitas ekonomi modern, kemampuan mengelola uang, berutang secara bijak, dan berinvestasi adalah keterampilan bertahan hidup yang wajib dikuasai sejak dini. Literasi Finansial Dini bukan hanya tentang menghitung, tetapi juga tentang pembentukan kebiasaan dan pola pikir yang bertanggung jawab terhadap kekayaan. Mengajarkan manajemen uang dan konsep investasi dasar sejak usia Sekolah Dasar (SD) akan memberikan fondasi yang kuat bagi anak untuk menghindari jebakan utang di masa depan dan mencapai kemerdekaan finansial. Penelitian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat Literasi Finansial Dini yang tinggi di kalangan pelajar berkorelasi positif dengan tingkat tabungan yang lebih baik saat mereka dewasa.

1. Mengenalkan Konsep Needs vs. Wants

Langkah pertama dalam Literasi Finansial Dini adalah membedakan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Ini dapat dilakukan melalui sistem uang saku yang dibagi menjadi tiga pos: tabungan, belanja, dan donasi. Misalnya, pada hari Sabtu, 15 November 2025, seorang anak bernama Bima (8) mendapatkan uang saku Rp50.000. Orang tua dapat meminta Bima mengalokasikan Rp15.000 untuk tabungan jangka panjang (membeli drone impiannya), Rp5.000 untuk donasi, dan sisanya untuk jajan. Dengan pembagian ini, anak belajar disiplin anggaran dan menunda kepuasan (delayed gratification).

2. Mempraktikkan Konsep Investasi Sederhana

Meskipun istilah investasi terdengar rumit, konsepnya dapat disederhanakan melalui visualisasi. Daripada menabung di celengan biasa, ajak anak membuka rekening tabungan bank atau bahkan mengenalkan investasi emas digital dalam jumlah kecil (misalnya 0,05 gram). Ini mengajarkan mereka tentang bunga berbunga (compound interest)—uang yang bekerja untuk mereka. Contohnya, jika mereka menabung selama setahun dan mendapatkan bunga atau kenaikan harga emas, mereka akan melihat secara langsung bagaimana uang mereka “berkembang biak.”

3. Mengajarkan Utang dan Kredit Secara Bertanggung Jawab

Konsep utang harus diajarkan secara hati-hati. Alih-alih melarang, orang tua dapat memperkenalkan “utang kecil” yang berbiaya rendah dan berjangka pendek. Misalnya, jika anak ingin membeli mainan seharga Rp100.000 tetapi hanya memiliki Rp80.000, orang tua dapat meminjamkan Rp20.000 dengan syarat anak harus mengembalikannya dari uang saku minggu depan. Ini mengajarkan mereka tentang kewajiban mengembalikan pinjaman tepat waktu dan memahami konsekuensi finansial. Guru Ekonomi, Ibu Kartika Dewi, M.SE., dari SMA 81 Jakarta, menekankan pentingnya pengalaman praktis ini sebelum anak berhadapan dengan kartu kredit di masa dewasa.

Melalui pendekatan praktis dan pengalaman nyata, Literasi Finansial Dini tidak hanya mempersiapkan anak menjadi individu yang mandiri secara finansial, tetapi juga menumbuhkan empati melalui alokasi dana untuk donasi, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab sosial.